Wednesday, 24 June 2015

CERITA BERSAMA BATU CINCIN

Alkisah, cerita ini bermula sepuluh tahun yang lalu. Sebutir batu akik putih bermahkota kuning keemasan dihadiahkan seseorang yang baru kukenal. Aku bukan pecinta batu akik namun aku menerimanya dengan senyum senang. “Buat kenang-kenangan” ucapnya lugas.
Seminggu kemudian, sebuah cincin nan elok telah melingkar erat di jari manisku. Sepertinya ada yang berubah dari caraku berjalan, maklumlah aku mengikat batu akik itu dengan suasa senilai erpe satu juta rupiah lebih. Sebuah nilai nominal yang cukup besar buatku yang tidak menyiapkan pos-pos antisipasi dadakan buat pengeluaran eksta.
Satu bulan kemudian, bertepatan dengan musim duku di Palembang saya beserta isteri mengunjungi adik yang tengah berkuliah di Unila Lampung. Maklumlah telah lebih satu semester kami tidak menyapanya dalam canda tawa keluarga.

Dalam perjalanan yang santai, saya mengemudikan langsung kendaraan kami sambil tak lupa menikmati duku komering yang manis sambil mendengarkan renyahnya tembang cinta Betharia Sonata kesukaan isteri.
Makan duku, mendengarkan lagu, menikmati perjalanan bersama isteri sambil mengusap mata cincin yang mengilap membuatku lupa bahwa cincin putih bermahkota kuning keemasan itu telah bercampur dengan tumpukan kulit duku.
Di sebuah kelokan hutan, kubuka jendela mobil dan ..hup!, bertebaranlah si kulit duku pada semak belukar di sisi jalan. Isteriku sempat protes dengan membelalakkan matanya, namun aku menjawabnya dengan tawa lepas yang memecah hening.
Tanpa terasa kami telah menempuh setengah perjalanan. Kuraba jari manisku, lho cincinku mana? “Mama lihat cincinku?”
Isteriku menjawab santai, “Tadi kan papa letakkan di sekitar tumpukan duku”. Alamak!, Berarti cincin itu ikut terbuang bersama kulit duku yang tadi telah kuhamburkan di hutan sekitar belasan kilometer yang lalu .. Itulah kisahku tentang sebutir batu akik putih bermahkota kuning keemasan yang dihadiahkan seseorang yang baru kukenal yang ternyata hanya berusia kurang dari seumur jagung menempel hangat di jari manisku.
Hingga kini meski booming batu akik tengah merebak, aku masih belum tergiur untuk kembali mengenakan cincin yang baru.
Maafkan aku temanku yang dulu pernah kukenal, ternyata jemariku tak pandai menyimpan amanat.

No comments:

Post a Comment