Fenomena Batu Akik
Booming batu alam saat ini menjadi fenomena
yang sangat menarik. Semakin banyak masyarakat yang mengapresiasi batu
akik maupun batu mulia. Mereka berasal dari segala lapisan. Beberapa
tokoh publik pun menjadi kolektor batu alam. Berikut kisah mereka.
Salah
satu kolektor batu alam adalah pengusaha properti Fathor Rahman.Dia
mengaku sudah lebih dari delapan tahun mendalami batu alam dan menjadi
kolektor akik. Saat pertamakali memutuskan untuk menjadi kolektor
dirinya tidak membayangkan bahwa suatu saat batu akik akan menjadi tren
seperti saat ini.
Batu yang dulu dibelinya dengan harga murah
sekarang nilainya bisa melambung berlipat-lipat. Hampir semua batu alam
dari seluruh Nusantara sudah dimilikinya termasuk batu cyclop dari
Pegunungan Cyclop di Papua dan pancawarna kualitas tinggi. Sebanyak 60
di antara ratusan batu alam koleksinya tergolong unik, langka, dan khas.
Batu termahal di antara koleksi Fathor adalah bacan dari Maluku Utara
dan batu mulia orange sapphire.
Semakin banyak
daerah yang dikunjunginya, semakin banyak saja kenalan yang memberinya
akik sebagai cenderamata. Lama-lama dia menemukan pesona keindahan dan
keunikan tersendiri dari setiap batu akik yang dimilikinya. ”Inilah
karya seni alam yang sangat luar biasa. Begitu berkelas. Ini anugerah,”
kata pria kelahiran Semarang, 11 November 1964 ini.
Sebagai pemburu batu akik, setiap
mendapatkan batu baru, selain memperhatikan warna dan bentuk, dia selalu
mencermati kepadatan dan kadar airnya untuk menentukan kualitas.
”Jakarta saja punya batu sendiri yang baru ditemukan di Kepulauan
Seribu. Mirip dengan pancawarna dari Garut. Saat ini sedang proses
eksplorasi dan kemungkinan akan dinamai ondelondel jakarta,” bebernya.
Selain
batu lokal, Fathor juga punya beberapa koleksi batu mulia dari
mancanegara misalnya blue sapphire dari Afrika, orange sapphire, zamrud
dan ruby. Tapi yang paling sering dipakainya adalah dari jenis batu
lokal yang unik dan langka. Salah satunya adalah pancawarna edong, batu
lima warna dari Garut yang ditemukan Abah Edong di Kampung Cikarawang,
Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada 1994 silam.
Meski
sudah lama menjadi kolektor, Fathor tak segan untuk berinteraksi secara
intensif dengan berbagai komunitas penggemar batu alam untuk berbagi
ilmu dan terus menambah wawasan. ”Kami sharing secara onlinemaupun
bertemu langsung. Saya senang mempelajari proses bagaimana batu yang
awalnya tidak berwarna kemudian bisa menjadi berwarna dan indah luar
biasa.
Hal lain yang kami dalami adalah membedakan akik asli
dengan yang sintetis,” jelasnya. Menurut dia, batu alam saat ini cocok
dijadikan salah satu pilihan investasi lantaran semakin lama akan
semakin langka. Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri
mengaku juga memiliki banyak koleksi batu alam.
Dia bahkan
menjadikan akik sebagai cenderamata bagi para tamu dan koleganya
terutama yang datang dari mancanegara. Tamu yang terbaru diberinya akik
adalah Direktur Jenderal International Labour Organization (ILO) Guy
Rayder beserta para deputinya saat bertemu di Forum Economic and Social
Council (Ecosoc) PBB di New York, AS, beberapa pekan lalu.
”Yang
jelas, demam batu akik telah memberikan kontribusi yang besar dalam
memberikan kesempatan kerja, lapangan usaha baru, serta peningkatan
pendapatan masyarakat. Hampir semua kalangan dari beragam kelas sosial
menyukai batu akik,” kata Hanif. Dia memandang, batu akik merupakan
cerminan budaya, tradisi, dan refleksi kebatinan masyarakat Indonesia.
Di
tempat terpisah, ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
Sujatmiko menilai, demam akik menjadi ”obat” atau hiburan bagi
masyarakat di tengah berbagai persoalan. Tren ini diikuti dengan
bermunculannya berbagai media bahkan forum-forum yang khusus membahas
batu alam bahkan hingga seminar dan kuliah umum. Hampir setiap pekan ada
saja pameran atau kontes batu akik di berbagai lokasi.
”Masyarakat
jadi semakin tercerahkan. Dulu akik identik dengan mistis sekarang
identik dengan keindahan. Sejumlah kepala daerah sudah melihat bahwa
batu alam ini potensial memajukan ekonomi kerakyatan. Banyak orang kaya
baru dari bisnis akik. Ini revolusi batu alam,” pandang Miko yang juga
kolektor beragam batu alam ini.
Menurut dia, ditemukannya banyak
varian baru membuktikan bahwa Indonesia memiliki keragaman dan kekayaan
natu alam yang sangat banyak. Pengrajinnyapun semakin kreatif dalam
mengolah. ”Dalam satu bulan, di Bangka Barat lahir 100 pengrajin. Mereka
menggosoknya sudah sangat bagus,” ungkapnya.
Mengenai banyaknya
nama jenis batu alam, Miko menjelaskan bahwa beberapa batu memang ada
kisah tersendiri seperti cempaka atau red rafflesia atau disesuaikan
dengan lokasi temuan tapi banyak pula nama yang sengaja dikarang untuk
kepentingan branding. Soal harga yang ”gelap” alias tidak ada standar,
Miko menganggap hal itu wajar sesuai supplydan demand.
Selain
batu lokal, Fathor juga punya beberapa koleksi batu mulia dari
mancanegara misalnya blue sapphire dari Afrika, orange sapphire, zamrud
dan ruby. Tapi yang paling sering dipakainya adalah dari jenis batu
lokal yang unik dan langka. Salah satunya adalah pancawarna edong, batu
lima warna dari Garut yang ditemukan Abah Edong di Kampung Cikarawang,
Kecamatan Caringin, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada 1994 silam.
Meski
sudah lama menjadi kolektor, Fathor tak segan untuk berinteraksi secara
intensif dengan berbagai komunitas penggemar batu alam untuk berbagi
ilmu dan terus menambah wawasan. ”Kami sharing secara onlinemaupun
bertemu langsung. Saya senang mempelajari proses bagaimana batu yang
awalnya tidak berwarna kemudian bisa menjadi berwarna dan indah luar
biasa.
Hal lain yang kami dalami adalah membedakan akik asli
dengan yang sintetis,” jelasnya. Menurut dia, batu alam saat ini cocok
dijadikan salah satu pilihan investasi lantaran semakin lama akan
semakin langka. Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri
mengaku juga memiliki banyak koleksi batu alam.
Dia bahkan
menjadikan akik sebagai cenderamata bagi para tamu dan koleganya
terutama yang datang dari mancanegara. Tamu yang terbaru diberinya akik
adalah Direktur Jenderal International Labour Organization (ILO) Guy
Rayder beserta para deputinya saat bertemu di Forum Economic and Social
Council (Ecosoc) PBB di New York, AS, beberapa pekan lalu.
”Yang
jelas, demam batu akik telah memberikan kontribusi yang besar dalam
memberikan kesempatan kerja, lapangan usaha baru, serta peningkatan
pendapatan masyarakat. Hampir semua kalangan dari beragam kelas sosial
menyukai batu akik,” kata Hanif. Dia memandang, batu akik merupakan
cerminan budaya, tradisi, dan refleksi kebatinan masyarakat Indonesia.
Di
tempat terpisah, ahli geologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
Sujatmiko menilai, demam akik menjadi ”obat” atau hiburan bagi
masyarakat di tengah berbagai persoalan. Tren ini diikuti dengan
bermunculannya berbagai media bahkan forum-forum yang khusus membahas
batu alam bahkan hingga seminar dan kuliah umum. Hampir setiap pekan ada
saja pameran atau kontes batu akik di berbagai lokasi.
”Masyarakat
jadi semakin tercerahkan. Dulu akik identik dengan mistis sekarang
identik dengan keindahan. Sejumlah kepala daerah sudah melihat bahwa
batu alam ini potensial memajukan ekonomi kerakyatan. Banyak orang kaya
baru dari bisnis akik. Ini revolusi batu alam,” pandang Miko yang juga
kolektor beragam batu alam ini.
Menurut dia, ditemukannya banyak
varian baru membuktikan bahwa Indonesia memiliki keragaman dan kekayaan
natu alam yang sangat banyak. Pengrajinnyapun semakin kreatif dalam
mengolah. ”Dalam satu bulan, di Bangka Barat lahir 100 pengrajin. Mereka
menggosoknya sudah sangat bagus,” ungkapnya.
Mengenai banyaknya
nama jenis batu alam, Miko menjelaskan bahwa beberapa batu memang ada
kisah tersendiri seperti cempaka atau red rafflesia atau disesuaikan
dengan lokasi temuan tapi banyak pula nama yang sengaja dikarang untuk
kepentingan branding. Soal harga yang ”gelap” alias tidak ada standar,
Miko menganggap hal itu wajar sesuai supplydan demand.
”Misalnya
jumlah bacan sedikit tentu harganya mahal. Juga sesuai pasar. Batu
bergambar saya jual hanya ratusan ribu tapi bisa terjual jutaan di
tempat lain,” tuturnya. Dia juga mengangap wajar adanya batu alam yang
dihargai miliaran rupiah. ”Kalau lukisan buatan manusia saja ada yang
dibanderol segitu, kenapa batu alam pemberian Tuhan tidak boleh?”
tanyanya balik.
Soal rencana penerapan pajak terhadap batu alam
yang harganya di atas Rp10 juta, Miko kurang setuju. ”Sebaiknya
pemerintah mendorong perkembangan industri batu alam ini,” sarannya.
Miko yakin prospek batu alam Indonesia akan terus berkembang sebab
semakin banyak temuan baru. ”Edukasi tentang batuan ini harus terus
dilakukan sehingga masyarakat tidak hanya menjual batu dalam bentuk
mentahnya.
Perlu packaging, branding,jaringan, promosi, dan
lainnya agar harga jual terutama ke luar negeri lebih bagus,”
pungkasnya. Sementara itu, kolektor akik bergambar, Daniel Krisna,
mengatakan, tren hadirnya batu akik sekarang sangat luar biasa.
Kekuatannya bisa sampai mendamaikan pihak-pihak yang bertikai dan
berselisih.
”Di suatu daerah di Sumatera, susah sekali membuat
antarumat beragama rukun. Namun ketika masyarakat
dipertemukan dalam kontes bacan, ternyata mereka dapat melebur dan
melupakan perbedaan yang sekian lama menjadi akar masalah,” katanya.
Krisna mengungkapkan, sebenarnya harga akik tidak ”segelap” yang
dirasakan banyak orang.
Di komunitas penggemar akik, kata dia,
ada standar harga untuk berbagai jenis batu tapi memang tidak
dipublikasikan. Kalau pun ada yang harganya fantastis, itu karena langka
dan unik. Dia mencontohkan bacan halmahera yang terjual Rp1,2 triliun
dalam sebuah lelang di Abu Dhabi.
Agar tidak salah memilih batu
akik, Miko memberikan sejumlah tips. ”Dasarnya kita harus punya senter
dan kaca pembesar. Kalau batunya terlalu sempurna, waspada. Ingat, untuk
batu alam, ada istilah to perfect to be true. Kalau ada gelembung juga
hati-hati, itu sangat mungkin sintetis,” pungkasnya.
No comments:
Post a Comment